Kamis, 20 September 2012

Haruskah kita biarkan bahasa Gorontalo tenggelam bersama Danau Limboto??


Sejarah mengungkapkan, bahwa Bahasa Gorontalo merupakan salah satu bahasa daerah Suku Gorontalo, yang terbentuk sejak lama, menjadi media komunikasi antar sesama Gorontalo. Saya pernah membaca sebuah ungkapan bahwa, bahasa adalah identitas bangsa, mendengar ungkapan tersebut kadang saya mengernyitkan kening, berfikir keras atas kalimat itu kemudian menyematkannya pada penggunaan bahasa Gorontalo pada rakyat Gorontalo sendiri.
Walaupun saya sendiri bukanlah asli gorontalo tapi kadang saya merasa risih sendiri, bahasa Gorontalo yang merupakan bahasa asli daerah ini, kini seakan mulai tenggelam bersama kondisi danaunya yang mulai menyempit, tidak sedikit anak bangsa yang notabanenya orang asli daerah ini malu menggunakan Bahasa Gorontal0, bahkan dalam percakapan antara remaja, seakan dirasa aneh jika ada anak remaja menggunakan bahasa Gorontalo, mirisnya dinggap orang pinggiran, orang desa, atau mungkin orang gunung.
Saya lebih baik tidak pandai berbahasa Inggris, dari pada saya tidak pandai bahasa daerah sendiri. Banyak kaum muda Gorontalo seakan malu menggunakan bahasa, meskipun menggunakan bahasanya, jika bukan pada kelompok atau keluarganya, mungkin karena ada orang luar daerah disekitar mereka, dan harus berbicara yang rahasi. Saya malu menjadi orang Gorontalo, ketika saya tak mampu berbahasa daerah Gorontalo, yang merupakan kekayaan Indonesia dalam hal bahasa. Saya beritahu kepada saudara-saudara sekalian, jika engkau pandai berbahasa Gorontalo, maka engkau akan memahami bagaimana budaya daerah ini, karena budaya tidak lepas dari bahasanya.
Sayangnya di Gorontalo, bahasa Gorontalo tidak diajarkan secara total di sekolah-sekolah, tidak dipelihara oleh masyarakatnya dalam pergaulan sehar-hari. Bahkan, ketika saya masih duduk di bangku SD pun bahasa Gorontalo seakan terpinggirkan, tidak sedikit guru-guru mengajarkan harus berbahasa Indonesia yang baik dan benar, bahkan tidak sedikit juga orang tua melarang anak jika menggunakan bahasa Gorontalo dengan orang lain.
Satu menjadi kekhawatiran saya, jika kelak bahasa ini tidak dipertahankan maka kelak bahasa Gorontalo akan tenggelam bersama Danau Limboto yang makin makin dangkal, hilang bersama kejernihan air danau, membeku bersama lumpur dan timbunan rerumputan enceng gondok. Haruskah kita biarkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar